Sat. Apr 26th, 2025

Pertumbuhan universitas dan perguruan tinggi di Indonesia makin pesat dari tahun ke tahun. Dari kampus negeri ternama hingga swasta yang tersebar di berbagai kota casino online kecil, semua menjanjikan pendidikan tinggi berkualitas. Tapi satu hal yang jadi pertanyaan besar: siapa yang akan membimbing para mahasiswa kalau jumlah dosen dan tenaga pendidik masih belum mencukupi?

Menjamurnya Universitas, Tapi Dosen Masih Langka

Jumlah universitas yang semakin banyak memang menunjukkan akses pendidikan makin terbuka. Tapi peningkatan jumlah itu tak diiringi dengan pertambahan dosen yang memadai. Banyak kampus baru kekurangan tenaga pengajar yang benar-benar mumpuni, terutama dalam bidang-bidang spesifik seperti teknologi, sains, dan riset internasional. Ini memunculkan kekhawatiran bahwa universitas hanya jadi simbol status, bukan pusat kualitas pendidikan.

Kondisi ini bikin kita harus berpikir ulang, karena kualitas pendidikan tinggi sangat ditentukan oleh bimbingan akademik yang diterima mahasiswa. Kalau dosen terbatas, siapa yang akan memberikan arahan, memicu diskusi kritis, atau membentuk pola pikir ilmiah?

Baca juga:

Mengapa Pendidikan Tinggi Butuh Lebih dari Sekadar Gedung dan Kurikulum

Tantangan Menarik Dosen Berkualitas

Masalahnya bukan hanya pada jumlah, tapi juga kualitas. Untuk jadi dosen, seseorang tak hanya butuh gelar magister atau doktor, tapi juga semangat mengajar, integritas akademik, dan penguasaan ilmu. Sayangnya, gaji dosen di banyak institusi swasta masih jauh dari layak, belum lagi beban administrasi yang berat. Ini membuat profesi dosen kurang menarik bagi generasi muda atau akademisi potensial.

Beberapa orang hebat lebih memilih masuk industri dibanding menjadi pengajar, karena penghargaan dan penghasilan di luar kampus jauh lebih besar. Akibatnya, regenerasi dosen jalan di tempat. Lalu, kalau tidak ada perubahan serius, siapa yang akan menemani ribuan mahasiswa yang terus berdatangan?

Solusi: Teknologi, Kolaborasi, dan Kebijakan Pemerintah

Salah satu solusi jangka pendek adalah memanfaatkan teknologi. Pembelajaran daring memungkinkan dosen dari kampus ternama memberikan kuliah umum atau mentoring kepada mahasiswa dari berbagai kampus di daerah. Tapi tetap saja, teknologi tidak bisa menggantikan sepenuhnya interaksi langsung antara dosen dan mahasiswa.

Selain itu, perlu ada kolaborasi antarkampus untuk saling berbagi sumber daya manusia. Pemerintah juga harus turun tangan, tidak hanya membuka universitas baru, tetapi juga memberikan insentif bagi para akademisi untuk mengabdi sebagai pendidik.

Pendidikan Tak Hanya Tentang Jumlah Mahasiswa

Pendidikan tinggi bukan sekadar soal banyaknya mahasiswa yang kuliah. Tapi soal bagaimana mereka dibimbing menjadi individu yang kritis, kreatif, dan siap menghadapi tantangan dunia nyata. Tanpa dosen yang cukup dan berkualitas, universitas hanya akan melahirkan lulusan yang “numpang lewat”, tanpa nilai tambah yang berarti.

Kita butuh pemikiran jangka panjang. Kalau ingin menciptakan SDM unggul, harus dimulai dari memperkuat sistem pengajaran di perguruan tinggi. Dan itu semua kembali lagi ke satu pertanyaan penting: siapa yang akan membimbing kalau guru dan dosen masih terus kurang?

Kalau universitas terus dibuka tanpa kesiapan sumber daya manusia, jangan heran kalau kualitas pendidikan kita cuma jalan di tempat.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *