Sat. May 24th, 2025 2:58:29 PM

Dalam sejarah Indonesia, dua sosok besar yang tak lekang oleh waktu adalah Soekarno dan Tan Malaka. Keduanya bukan neymar88 hanya pejuang kemerdekaan, tapi juga pendidik politik yang menyuarakan kesadaran rakyat lewat ide dan tindakan. Mereka memahami bahwa kemerdekaan sejati tidak cukup hanya melalui senjata, tetapi juga melalui pendidikan politik yang membentuk pola pikir kritis rakyat terhadap penjajahan, ketidakadilan, dan dominasi asing.

Warisan Pemikiran yang Melampaui Zaman

Soekarno dikenal luas sebagai orator ulung yang membangkitkan semangat rakyat dengan kata-katanya yang menggugah. Ia memperkenalkan Marhaenisme sebagai bentuk perjuangan kaum tertindas, sekaligus memberi arah bagi gerakan rakyat yang nasionalis dan membumi. Tan Malaka, di sisi lain, mempersembahkan pemikiran-pemikiran radikal yang jauh melampaui zamannya—menulis buku Madilog sebagai landasan logika, materialisme, dan dialektika yang ditujukan bagi rakyat terpelajar. Mereka berdua percaya bahwa bangsa merdeka hanya akan benar-benar merdeka jika rakyatnya cerdas secara politik.

Baca juga:

Peran Pendidikan Sejarah dalam Membentuk Karakter Bangsa

Nilai-Nilai Pendidikan Politik Alternatif dari Soekarno dan Tan Malaka

  1. Kesadaran Kelas dan Keberpihakan pada Kaum Tertindas
    Soekarno mengajarkan bahwa rakyat kecil bukan hanya objek pembangunan, tapi subjek yang memiliki kekuatan untuk mengubah sejarah. Tan Malaka mendalami perjuangan kelas dan memperlihatkan pentingnya kesadaran terhadap sistem penindasan.

  2. Pendidikan sebagai Senjata Melawan Penjajahan Pikiran
    Tan Malaka menyuarakan pentingnya berpikir kritis sebagai bentuk perlawanan. Ia mendorong rakyat untuk membaca, menulis, dan memahami dunia sebagai cara melawan kebodohan yang diwariskan penjajah.

  3. Bahasa Politik yang Membumi
    Soekarno tak pernah memakai istilah rumit untuk menjelaskan idenya. Ia menggunakan bahasa rakyat, penuh semangat, dan mampu membangkitkan kesadaran nasional secara luas dan cepat.

  4. Kemandirian Berpikir di Tengah Dominasi Asing
    Keduanya menolak tunduk pada ideologi asing sepenuhnya. Mereka memodifikasi dan menyesuaikan pemikiran luar sesuai konteks perjuangan Indonesia, menciptakan pendidikan politik yang khas, kontekstual, dan orisinil.

  5. Pemberontakan Melawan Struktur Politik Oportunistik
    Tan Malaka, meski dijauhi oleh banyak kalangan, terus bersikukuh pada idealismenya. Ia menjadi simbol pemikiran yang tak mudah dibeli oleh kekuasaan. Soekarno pun konsisten pada semangat nasionalismenya meski menghadapi tekanan dunia internasional.

  6. Membuka Akses Politik kepada Rakyat Biasa
    Pendidikan politik yang mereka gagas bukan untuk elite. Mereka ingin rakyat di desa, buruh, dan petani juga paham bahwa mereka punya hak bersuara dan turut menentukan arah negara.

  7. Menghidupkan Politik Sebagai Sarana Emansipasi, Bukan Sekadar Kekuasaan
    Soekarno dan Tan Malaka memaknai politik sebagai jalan pembebasan. Bukan perebutan jabatan, tetapi proses mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia melalui pendidikan, kesadaran, dan tindakan kolektif.

Hari ini, ketika pendidikan politik sering kali dipersempit menjadi sekadar kampanye atau pencitraan, warisan dari Soekarno dan Tan Malaka hadir sebagai pengingat. Bahwa pendidikan politik sejati bukan tentang membentuk loyalitas kepada tokoh atau partai, melainkan membangkitkan kesadaran rakyat untuk menjadi aktor utama dalam kehidupan berbangsa. Dua tokoh ini mengajarkan bahwa rakyat harus cerdas, berani, dan merdeka—bukan han

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *